Tepatnya di tahun 693H, waktu itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berusia 32 tahun. Terjadi kisah ‘Assaf seorang Nashrani.
Al Imam Ibnu Katsir bercerita:
كان هذا الرجل من أهل السويداء قد شهد عليه جماعة أنه سب
النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد استجار عساف هذا بابن أحمد بن حجي أمير آل
علي ، فاجتمع الشيخ تقي الدين ابن تيمية ، والشيخ زين الدين الفارقي شيخ
دار الحديث ، فدخلا على الأمير عز الدين أيبك الحموي نائب السلطنة
“‘Assaf ini seorang penduduk Suwaida. Banyak orang yang menyaksikan ia mencaci Nabi shallalllahu’alaihi wasallam.
Lalu si ‘Assaf minta perlindungan kepada Ibnu Ahmad bin Haji, pimpinan
kabilah Alu Ali. Maka Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah bertemu dengan
Syaikh Zainuddin Al Fariqi pimpinan Darul Hadits. Keduanya masuk kepada
Al Amir ‘Izzuddin Aibak Al Hamawi, wakil Sulthon”.
فكلماه في أمره ، فأجابهما إلى ذلك ، وأرسل ليحضره ، فخرجا من
عنده ومعهما خلق كثير من الناس ، فرأى الناس عسافا حين قدم ومعه رجل من
العرب ، فسبوه وشتموه ، فقال ذلك الرجل البدوي : هو خير منكم . يعني
النصراني فرجمهما الناس بالحجارة وأصابت عسافا ، ووقعت خبطة قوية
“Keduanya berbicara kepadanya mengenai si Assaf, Nashrani yang
mencaci Nabi. Izzuddin pun menyambut baik keduanya dan akan menghadirkan
orang Nashrani ini. Keduanya pun keluar bersama jumlah banyak dari
manusia. Lalu orang-orang melihat ‘Assaf datang bersama arab badui.
Orang-orang pun mencaci makinya. Maka orang arab badui ini berkata: “Si ‘Assaf ini lebih baik dari kalian!“. Maka orang-orang pun melemparinya dengan batu dan mengenai si Assaf dan terjadi keributan yang kuat”.
فأرسل النائب ، فطلب الشيخين ابن تيمية والفارقي ، فضربهما بين يديه ، ورسم عليهما في العذراوية
“Mendengar keributan itu marahlah sang wakil Sulthon (Al Amir
Izzuddin Aibak). Dan meminta Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi untuk hadir
lalu keduanya dipukuli dan dipenjara di Madrosah Adzrowiyah“.
وقدم النصراني ، فأسلم وعقد مجلس بسببه ، وأثبت بينه وبين الشهود عداوة ، فحقن دمه
“Amir Izzuddin juga mendatangkan Assaf si Nasrani. Lalu Amir Izzuddin
meminta Assaf masuk Islam dan membuat sidang khusus karena sebabnya.
Dari majelis itu tampaklah permusuhan antara peserta sidang dengan si
Assaf. Namun tertahanlah darah si Assaf (ia bebas).
ثم استدعى بالشيخين فأرضاهما وأطلقهما
“Kemudian dipanggillah ibnu Taimiyah dan Al Fariqi dan dimintai keridloannya lalu keduanya dilepaskan”
(Lihat Al Bidayah wan Nihayah 17/665-666 karya Ibnu Katsir, dan kitab Al Muqtafa ‘alar Roudhotain 2/363 karya Al Barzali).
Kisah ini memberikan beberapa pelajaran:
Mengingkari penista agama dengan cara melaporkannya kepada penguasa. Bukan dengan main hakim sendiri.
Para ulama hendaknya yang langsung berbicara kepada penguasa, karena
merekalah yang mampu menyampaikan dengan hujjah dan akhlak. Sebagaimana
dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi yang langsung berbicara
dengan wakil sulthan, Izzudin Al Hamawi. Ini sesuai dengan perintah Nabi
untuk menyampaikan nasehat secara rahasia.
Dalam kisah tersebut, tidak disebutkan bahwa Ibnu Taimiyah dan Al
Fariqi lah yang mengerahkan massa. Namun keduanya pergi diikuti banyak
orang yang juga sama sama ingin mengadukan si pencela Nabi kepada
penguasa.
Sikap arogan dan kekerasan bukanlah solusi memecahkan permasalahan.
Bahkan seringkali menimbulkan mudharat yang lebih besar, bahkan malah
Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi yang dipukuli.
Para ulama hendaknya tidak memanas-manasi manusia dengan provokasi.
Lihatlah bagaimana sikap Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi dipukuli, mereka
sama sekali tidak memprovokasi massa dan memilih bersabar.
Coba renungkan, bagaimana bila para pendemo yang berdalil dengan kisah
Ibnu Taimiyah ini ditangkapi oleh pemerintah dan dipukuli, akankah
mereka bersikap seperti Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi?
Keluarnya orang orang awam untuk berdemo seringkali menimbulkan
keributan dan mudah terpancing emosi. Lihatlah ketika orang orang itu
dipanas panasi oleh arab badui bahwa “si Assaf lebih baik dari kalian!“.
Mereka langsung melempari dengan batu sehingga terjadi keributan. Ini
menunjukkan perbuatan mereka malah menimbulkan kemungkaran yang lebih
besar.
Kisah para ulama bukanlah dalil, karena dalil adalah Al Qur’an,
hadits dan ijma. Ulama adalah manusia biasa yang bisa jatuh kepada
kesalahan.
***
Penulis: Ust. Badrusalam Lc. (dengan suntingan redaksi pada matan kisah)
0 Response to "Kisah Ibnu Taimiyah dan Pencaci Nabi"