Ilmu yang bermanfaat
dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya
adalah:
1. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli
terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari
manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain
dengan ilmu yang dimilikinya. Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H)
rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap
dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin
dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap
orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di
bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan
kepadanya.” [1]
2. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya
bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan
ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari
dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi
hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda
ilmu yang bermanfaat.
4. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki
ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan
kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi
Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan
karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri
di atas seorang pun. [2]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah membagi ilmu yang bermanfaat ini
-yang merupakan tiang dan asas dari hikmah- menjadi tiga bagian. Beliau
rahimahullaah berkata, “Ilmu yang terpuji, yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan
As-Sunnah adalah ilmu yang diwariskan dari para Nabi, sebagaimana disabdakan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya para
ulama adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan dinar dan tidak
pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka ia
telah mengambil bagian yang banyak.” [3]
Ilmu Ini Ada Tiga Macam:
1. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan
sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya adalah
sebagaimana Allah menurunkan surat al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.
2. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang
hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa datang serta yang sedang
terjadi. Contohnya adalah Allah menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji,
ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, dan sebagainya.
3. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan
dengan hati dan perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada
Allah, ilmu pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan
perbuatan anggota badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar
keimanan dan tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang
membahas tentang perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti
ilmu-ilmu fiqih yang membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu
merupakan bagian dari ilmu agama. [4]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, “Telah berkata Yahya
bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima:
1. Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama,
yaitu ilmu tauhid
2. Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu
tentang mempelajari makna-makna Al-Qur-an dan hadits
3. Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu
fatwa. Apabila suatu musibah (malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia
membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu
4. Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu
kalam dan bid’ah, dan
5. Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama,
yaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.’” [5]
[Disalin dari buku
Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa
Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Sunan ad-Darimi (I/89)
[2]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 55-57).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80-Mawaarid), ini lafazh Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[4]. Majmu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XI/396,397 dengan sedikit perubahan). Lihat kitab Muqawwimaat ad-Daa’iyah an-Naajih, hal. 18, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani.
[5]. Majmuu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (X/145-146) dan Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVII/482)
___________
Foote Notes
[1]. Sunan ad-Darimi (I/89)
[2]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 55-57).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80-Mawaarid), ini lafazh Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[4]. Majmu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XI/396,397 dengan sedikit perubahan). Lihat kitab Muqawwimaat ad-Daa’iyah an-Naajih, hal. 18, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani.
[5]. Majmuu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (X/145-146) dan Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVII/482)
Sumber :
almanhaj.or.id
0 Response to "Tanda-Tanda Ilmu Yang Bermanfaat"