Ternyata Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sering membahas tentang pemuda.
Kita simak dalam artikel ini bagaimana perhatian beliau kepada para pemuda.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok utusan Allah yang paling semangat dalam mendidik para pemuda. Beliau memiliki kasih sayang yang sangat besar terhada umat ini. Beliau tidak ingin sedikitpun mereka terluput dari kebaikan.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum
kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan
(keimanan dan kebaikan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin” (At-Taubah: 128).
1.
Pemuda yang tumbuh dalam ketaatan mendapatkan naungan
‘Arsy-Nya pada hari Akhir
Dalam sebuah hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
ganjaran yang didapatkan oleh pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada
Rabbnya sebagai bentuk kasih sayang beliau kepada para pemuda, agar mereka
semangat menghamba kepada Rabb alam semesta.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دعته امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan
‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
Mereka adalah pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh besar
dalam beribadah kepada Rabbnya,
seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; keduanya
berkumpul berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh
seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik lalu mengatakan, ‘Sungguh aku
takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah lalu merahasiakannya sehingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan
orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air
matanya” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim).
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjelaskan bahwa salah satu golongan orang yang
mendapatkan naungan ‘Arsy Allah
pada hari akhir adalah pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
Pada hari itu, manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Matahari didekatkan
sedekat satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat
tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di
dunia ini. Maka, betapa beruntungnya orang-orang yang mendapatkan naungan ‘Arsy Allah
saat itu, karena demikian panas terasa.
Pemuda yang
tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya
Ulama rahimahullah berbeda
pendapat dalam memahami makna “Pemuda yang tumbuh
besar dalam beribadah kepada Rabbnya”.
Di antara beberapa pendapat ulama tersebut, terdapat dua pendapat yang paling
dikenal luas , yaitu:
Pendapat pertama
Bahwa maknanya adalah pemuda yang
saat masa muda, kebaikannya lebih banyak dan keburukannya lebih sedikit
dibandingkan dengan pemuda lain yang tumbuh tidak dalam ketaatan kepada Allah.
Lalu saat-saat tuanya dan akhir hidupnya, iapun taat kepada Rabbnya.
Pendapat kedua,
inilah yang terkuat, wallahu a’lam
Bahwa maknanya adalah pemuda yang
terdidik dalam ketaatan kepada Allah. Sejak kecilnya ia tumbuh berkembang di
atas ketaatan tersebut, sehingga ketika sampai usia muda, ia disibukkan dengan
ketaatan, bahkan ia habiskan waktu mudanya dalam ketaatan kepada Rabbnya.
Hingga iapun diganjar dengan mendapatkan naungan ‘Arsy Allah
pada hari Akhir, karena langgengnya dalam menjaga diri dan mengendalikan hawa
nafsu agar tidak berbuat sesuatu yang menyelisihi perintah Rabbnya. Berkata
Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaiminrahimahullah,
(نَشَأَ) منذ الصغر وهو في العبادة ، فهذا صارت العبادة كأنها غريزة له، فألفها وأحبَّها، حتى إنه إذا انقطع يوماً من الأيام عن عبادة تأثر.
“Kata ‘Tumbuh’ (dalam hadits ini
maknanya adalah) semenjak kecilnya ia berada dalam peribadatan (ketaatan),
sehingga seolah-olah ibadah itu menjadi nalurinya, maka iapun akrab dengan
ibadah dan mencintainya. Hingga (misalnya)suatu hari ia terputus melakukan
suatu ibadah, iapun merasa tidak nyaman” (Syarah
Shahih Al-Bukhari :3/79).
Penguat pendapat kedua ini adalah
atsar dari Salman radhiyallahu
‘anhu yang mauquf,
ورجلٌ أفنى شبابه ونشاطه في عبادة الله
“Seseorang yang menghabiskan waktu
mudanya dan ketekunannya dalam beribadah kepada Allah”
(Riwayat Sa’id bin Manshur dalam
Sunannya dan dihasankan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).
Berkata Syaikh Muhammad Shaleh
Al-‘Utsaimin rahimahullah,
“namun jika seandainya
seseorang tidaklah menjadi taat kepada Allah (dengan baik) kecuali setelah umur
30 tahun, maka (ketahuilah), Allah Ta’ala telah berfirman dalam Kitab-Nya,”
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
(68) “Dan orang-orang yang
tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan perkara yang demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa(nya),”
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
(69) “(yakni) akan dilipat
gandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu,
dalam keadaan terhina, (70) kecuali orang-orang
yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka
diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (QS. Al-Furqaan:
68-70).
Mereka yang bertaubat setelah usia
tua dan beramal shaleh, niscaya Allah akan mengganti dosa mereka dengan
kebaikan (mereka). Allah pun juga akan menulis untuk mereka, sesuatu yang Allah
tulis untuk selain mereka, insyaallah. Taruhlah seandainya, ia bukan seorang pemuda
yang taat, maka telah terluput darinya salah satu sifat yang menyebabkannya ia
berhak mendapatkan naungan ‘Arsy Allah ‘Azza wa Jalla. Namun, (selayaknya) janganlah terluput
ia dari mendapatkan sifat-sifat lainnya (penyebab mendapatkan naungan
‘Arsy-Nya) (Liqo`u Babil Maftuh: 5, pertanyaan no. 25)1.
2.
Perhatian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap para pemuda di
dalam menjaga kehormatan mereka
Masa muda adalah masa yang banyak
tantangan dan pertarungan pengaruh, masa di mana sesorang memiliki kekuatan
syahwat yang tinggi. Oleh karena itu, mereka perlu bimbingan dan pengarahan
bagaimana mengendalikan hawa nafsu dengan baik, sehingga terhindar dari fitnah
syahwat, khususnya fitnah wanita.
Ujian wanita bagi kaum lelaki dari
umat ini adalah ujian yang amat berat. Oleh karena itu, ketika Allah
menyebutkan beberapa macam ujian bagi manusia, Dia Ta’ala sebutkan
yang pertama kali adalah ujian wanita.
Allah berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآب
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga)” (QS.
QS. Ali ‘Imran: 14).
Imam Ibnu Hajar mengatakan,
وبدأ بهن قبل بقية الأنواع إشارة إلى أنهن الأصل في ذلك
“Allah menyebut wanita
pada urutan yang pertama sebelum menyebut macam fitnah (ujian) yang lainnya.
Ini memberikan isyarat bahwa fitnah wanita adalah induk dari segala fitnah” (Fathul Bari: 9/138)2.
Ungkapan Imam Ibnu Hajar ini selaras
dengan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Usamah Bin
Zaid. Beliau bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah ada
sepeninggalku satu fitnah pun yang lebih membahayakan bagi para lelaki selain
fitnah wanita” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan perhatian yang besar
dalam masalah ini terhadap para pemuda. Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu. Ia menuturkan, “Kami
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
para pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda,
barangsiapa yang mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah. Karena
menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat
melemahkan syahwat jima’ (sebagai tameng).”
Bagaimana jika sudah berpuasa, namun masih belum juga melemah
syahwat jima’nya?
Bisa jadi pengaruh positif puasa
yang melemahkan syahwat itu tidak didapatkan di awal terapi, bagaimana
menyikapinya?
Hal itu disebabkan,
- Hidayah
itu dari Allah, maka mohonlah dan bertawakallah kepada-Nya saja.
- Bersabarlah
dan teruslah melakukan terapi puasa. Ibnu
Hajar rahimahullah menjelaskan fenomena seperti ini,
وَاسْتُشْكِلَ بِأَنَّ الصَّوْمَ يَزِيدُ فِي تَهْيِيجِ الْحَرَارَةِ وَذَلِكَ مِمَّا يُثِيرُ الشَّهْوَةَ، لَكِنَّ ذَلِكَ إِنَّمَا يَقَعُ فِي مَبْدَأِ الْأَمْرِ فَإِذَا تَمَادَى عَلَيْهِ وَاعْتَادَهُ سَكَن ذَلِكَ. وَاللَّه أَعْلَمُ. فتح الباري
“Ada sedikit masalah (disini), yaitu bahwa puasa menambah
bergejolaknya hawa nafsu dan hal itu bisa membangkitkan syahwat, namun hal itu
terjadi di awal-awal terapi berpuasa, jika ia tetap lanjutkan terapi puasa
terrsebut dan terbiasa dengan berpuasa, niscaya akan tenang jiwanya (melemah syahwatnya) Wallahu a’lam” (Fathul Bari:
4/119).
- Jauhi
perkara-perkara yang membangkitkan syahwat, baik itu berasal dari jenis
makanannya, pikiran, obrolan, tempat, teman, tontonan, bacaan maupun yang
lainnya.
- Sibukkan
diri dengan melakukan ibadah dan aktifitas yang bermanfaat dengan memenuhi
adab-adab Islami, berupa menghadiri kajian Islam, menundukkan pandangan,
berpakaian Islami dan selainnya.
- Cari teman dan sahabat yang membantu Anda
mengingat Allah, memahami syari’at-Nya dan mengingat kematian.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber: Muslim.or.id
0 Response to "Kemana Masa Mudaku Melangkah - Part 4"