Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ
مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:
اِتَّقُوْا اللهَ
تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ فِي السِرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ .
Ibadallah,
Adalah kebiasaan di beberapa daerah, orang membaca kitab suci
Alquran –atau membaca surat Yasin- kemudian pahalanya dihadiahkan untuk orang
yang telah mati. Bahkan sebagian orang, ada menyewa atau membayar seseorang
atau sekelompok orang untuk membaca Alquran dan menghadiahkan pahalanya kepada
keluarganya yang telah meninggal dunia. Pembacaan Alquran ini terkadang
dilakukan di rumah duka, di kuburan atau lainnya. Benarkah perbuatan mereka itu
menurut syari’at Islam?
Membaca Alquran untuk orang mati tidak dibenarkan dalam agama Islam
dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Pertama: Membaca Alquran lalu menghadiahkan pahalanya untuk
orang yang telah mati tidak pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, para sahabat dan para tabi’in. Sementara kewajiban kita
dalam beragama adalah mengikuti petunjuk, bukan membuat perkara baru. Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran/3:31).
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu telah ada suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab/33:21).
Kedua: Orang yang membolehkan membaca Alquran lalu menghadiahkan
pahalanya untuk orang yang telah mati, dia harus mendatangkan dalil dari
Alquran atau as-Sunnah. Jika dia tidak bisa mendatangkan dalil, berarti dia
telah berbicara tentang agama tanpa dasar ilmu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ
سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah, “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, yang
nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan
terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa
ilmu).” (QS. al-A’raf/7:33)
Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar
yang diharamkan Allah. Bahkan itu lebih tinggi dari perbuatan syirik. Karena
dalam ayat tersebut Allah ‘Azza wa Jalla mengurutkan
perkara-perkara yang diharamkan mulai dari yang paling rendah ke yang paling
tinggi. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu, meliputi berbicara (tanpa ilmu)
tentang hukum-hukum Allah, syari’at-Nya dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang
nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla . Ini lebih
besar dosanya daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’at dan agama Allah‘Azza
wa Jalla .
Ketiga: Barangsiapa membolehkan membaca Alquran untuk
dihadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati, berarti dia telah membuat
syari’at yang tidak diidzinkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman mengingkari orang-orang musyrik yang mengikuti
syariat agama yang tidak diidzinkan oleh Allah:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا
كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan.” (QS.
asy-Syura/42: 21).
Keempat: Perbuatan tersebut bertentangan dengan firman Allah ‘Azza
wa Jalla:
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَ أُخْرَىٰ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
“Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS.
an-Najm/53: 38-39)
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata,
“Maksudnya adalah seorang manusia hanya mendapatkan pahala dari usaha dan
balasan perbuatannya sendiri. Amalan seseorang tidak bisa mendatangkan manfaat
bagi orang lain. Keumuman makna dalam ayat ini dikecualikan dengan semisal
firman Allah ‘Azza wa Jalla:
أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ
“Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka.” (QS.
ath-Thur/52:21)
Dan semisal riwayat tentang syafa’at para Nabi dan Malaikat
untuk para hamba, doa orang hidup untuk orang-orang yang telah mati dan semacamnya.
Orang yang mengatakan bahwa ayat ini mansukh (hukumnya dihapus) dengan
perkara-perkara tadi adalah perkataan yang tidak benar. Karena dalil yang
khusus tidak menghapus dalil yang umum, namun hanya mengkhususkannya
(mempersempit keumuman maknanya). Sehingga semua dalil yang menunjukkan bahwa
manusia bisa mendapatkan manfaat dari selain usahanya sendiri itu adalah dalil
yang mengkhususkan keumuman ayat di atas.”.
Adapun membaca Alquran lalu pahalanya dihadiahkan buat orang
yang telah mati, tidak ada dalil yang menuntunkannya.
Kelima: Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan Alquran
sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia. Sehingga orang hidup bisa
memanfaatkannya, mengikuti petunjuknya di dunia ini dan mengamalkannya. Di
akhirat, orang-orang yang seperti ini akan dituntun oleh Alquran menuju surga.
Sedangkan orang yang telah mati, maka amalannya telah terputus,
dia tidak mampu menambahi atau mengurangi amalannya.
Perbuatan sebagian orang di zaman ini berlawanan dengan kondisi
di atas. Ketika masih hidup, mereka meninggalkan Alquran, enggan membaca atau
mendengarkannya. Mereka lebih suka menyanyi, mendengar musik, menonton film dan
hal-hal lain yang tidak bermanfaat di akhirat. Jika ada orang mati, mereka
membacakan Alquran buat jenazah tersebut pada acara pemakamannya atau di
kuburnya.
Mereka ini ibarat orang mogok makan sampai mati kelaparan.
Setelah dia mati, orang-orang mendatanginya membawakan makanan agar dia
memakannya. Alquran hanya bermanfaat bagi orang yang hidup selama masih berada
di dunia, ladang beramal. Adapun setelah mati, maka dia telah pindah dari fase
beramal menuju fase pembalasan amal. Pada waktu itu Alquran tidak bermanfaat
baginya, karena ketika hidup dia meninggalkan Alquran, padahal dia mampu
mengambil manfaat darinya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ
وَقُرْآنٌ مُبِينٌ لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى
الْكَافِرِينَ
“Alquran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang
memberi penerangan. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang
yang hidup dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.”
(QS. Yasin/36:69-70).
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,
كَذَٰلِكَ نَقُصُّ
عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ ۚ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا
ذِكْرًا مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا
خَالِدِينَ فِيهِ ۖ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلًا
“Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah
umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi
Kami suatu peringatan (Alquran). Barangsiapa berpaling dari Alquran, maka
sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat. Mereka kekal di
dalam keadaan itu dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari
kiamat.” (QS. Thaha/20:99-101).
Keenam: Membaca Alquran adalah ibadah dan ibadah itu
tauqifiyyah, artinya harus mengikuti tuntunan. Jika seseorang beribadah tanpa
tuntunan, berarti dia beribadah kepada Allah semaunya sendiri, padahal Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman:
أَرَأَيْتَ مَنِ
اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ
أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا
كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya ! Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami?
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. al-Furqan/25:43-44)
Ketujuh: Pahala suatu amal belum tentu diraih oleh orang yang
mengamalkannya. Bagaimana mungkin ia menghadiahkan sesuatu yang belum pasti
kepada orang lain. Karena amalan akan diterima dengan beberapa syarat:
1. Iman
2. Ikhlas
3. Sesuai tuntunan
syari’at
4. Bersih dari hal-hal
yang membatalkan amal, seperti riya’, ‘ujub dan lainnya.
Seseorang tidak tahu, apakah amalnya diterima atau tertolak.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma pernah berkata, “Jika aku tahu shalatku diterima (oleh Allah),
maka aku benar-benar mengharapkan kematian, karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ
اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla hanya
menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Maidah/5:27)
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِي اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَأَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ
اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .
Kedelapan: Membaca Alquran pada acara kematian atau di depan
jenazah atau di kuburan merupakan perkara baru dalam agama, sedangkan semua
perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى
اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah;
mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak
Habsyi. Karena sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat
perselishan yang banyak. Maka wajib kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah
para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan giggitlah
dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua
perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR.
Abu Dawud, Tirmidzi, Ad-Darimi, Ahmad, dan lainnya dari al-‘Irbadh bin
Sariyah).
Perbuatan tersebut tidak ada tuntunan dari Nabi, dari Khulafaur
rasyidin, dari para sahabat, dari tabi’in dan dari tabi’ut tabi’in, sehingga
hukumnya bid’ah dan sesat.
Kesembilan: Kalau kita tahu bahwa hal itu bid’ah, maka pasti
tidak ada pahalanya, sebaliknya yang ada adalah dosa. Jika demikian keadaannya,
maka menghadiahkan pahala merupakan perkataan dan perbuatan sia-sia. Ini ibarat
orang yang menggenggam tangannya yang kosong, lalu dia berkata kepada orang
lain yang membutuhkan bantuan, “Ambillah!”, padahal tangannya kosong.
Kesepuluh: Sesungguhnya semua orang sangat butuh kepada
amalannya. Pada hari kiamat nanti, semua orang akan sangat mengkhawatirkan
dirinya, akankah amalannya bisa menyelamatkannya?! Masing-masing akan lebih
mementingkan dirinya daripada saudaranya atau ibunya atau bapaknya. Jika
demikian, berarti orang yang menghadiahkan amalannya seakan dia sudah
memastikan bahwa dirinya dijamin aman, tidak rugi dan seakan tidak butuh
karunia Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
فَإِذَا جَاءَتِ
الصَّاخَّةُ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala
yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan
bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu
mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. Abasa/80:33-37).
Demikianlah uraian singkat tentang beberapa poin penting
berkaitan dengan bacaan Alquran yang dihadiahkan pahalanya buat orang yang
sudah meninggal. Ada sebagian orang yang berkilah bahwa apa yang dia lakukan
itu adalah tradisi atau adat. Namun itu hanya alasan saja, karena yang menjadi
tujuannya adalah pahala, sementara yang namanya tradisi atau adat,
pelaksanaannya bukan untuk mencari pahala. Kalau tujuannya mencari pahala,
berarti itu adalah ibadah. Dan ibadah harus sesuai dengan tuntunan syar’at.
Semoga uraian singkat ini bisa bermanfaat dan menggugah
kesadaran kita untuk lebih semangat dan waspada dalam melaksanakan ibadah.
وَعَلَيْكُمْ
بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي
النَّارِ(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا) اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ
عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ،
وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ
التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ وَعَنَّا
مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ
أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ
رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا
لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ،
اَللَّهُمَّ وَارْزُقْهُ البِطَانَةً الصَالِحَةً النَاصِحَةً. اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ
وَاتِّبَاعِ شَرْعِكَ وَاجْعَلْهُمْ رَحْمَةً وَرَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ
المُؤْمِنِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ
ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا
وَأَوْقَاتِنَا. اَللَّهُمَّ وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.
اَللَّهُمَّ آتِ
نُفُوْسَنضا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا. اَللَّهُمَّ
أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا،
وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا،
وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا .
اَللَّهُمَّ احْفَظْنَا
بِحِفْظِكَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ. اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ،
سِرَّهُ وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتَ .
اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا
مِدْرَارًا. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا،
اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْ قُلُوْبِنَا بِالْإِيْمَانِ
وَدِيَارَنَا بِالْمَطَرِ، اَللَّهُمَّ سُقْيَا رَحْمَةٍ لَا سُقْيَا هَدَمٍ وَلَا
عَذَابٍ وَلَا غَرَقٍ. اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ نَرْجُوْ فَلَا تَكِلْنَا إِلَّا
إِلَيْكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ
أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا .
وَآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ
وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
(Diadaptasi
dari tulisan Ustadz Muslim al-Atsary di majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun
XIV/1431/2010M).
Sumber : www.khotbahjumat.com
0 Response to "Alquran bukan Untuk Orang Mati"